Sabtu, 05 Mei 2012

Sebelum 2012 (part 3)

(CERPIS (CERITA PENDEK ISLAMI)) by Islam Berjaya on 07-05-2012
Penulis: Zuni Indana Zulfa

Millah kaget kejatuhan benda keras dan dingin itu. Millah pun berlari, terus berlari mencari tempat perlindungan. Tapi tak tahu harus kemana. Karena rumah dan pohon dan apa saja di kampungnya hancur tak berbekas. Sangat mengerikan. Dalam pikirannya, hanya ada ibu, bowo dan asri. Kemana gerangan mereka?
Kaki-kaki Millah berlari tanpa tujuan. Otaknya pun tak mau diajak berfikir. Sedangkan hujan es masih saja berjatuhan dari langit seperti kemarin. Sakit yang dia rasakan di kepala dia tahan sekuatnya. Dia terus berlari seperti menghindari serbuan para musuh dalam perang. Lidahnya selalu komat-kamit membaca semua do’a yang ia hafal. ”Selamatkan keluargaku ya Allah….ijinkan aku bertemu mereka…..”
Allah seolah-olah mendengar permohonan gadis ini, seketika hujan es yang menyakitkan itu pun berhenti. Kakinya lemas karena berlari, kepalanya pening, perutnya juga sangat sakit sekali. Tapi ia tetap berdiri untuk mencari ibu dan kedua adiknya.
***

Tak terasa, ternyata dia sudah ada di jalanan kota. padahal jarak tempuh nya cukup jauh. Kalau pakai motor saja perlu waktu satu jam, entah berapa lama tadi dia berlari. Dia melihat sekeliling. Gedung-gedung yang beberapa hari lalu kokoh dan megah menampakkan kesombongan, kini jatuh ambruk tak berharga. Banyak sekali orang-orang yang menangis mencari sanak saudaranya. Beberapa ada juga yang menangisi jasad yang telah ditutup koran seadanya.
Hati Millah makin miris dan sakit. Ia tak mau menagis sepeti itu. Ia tak mau ditinggalkan ibu dan adik-adik yang ia sayangi. Menyesal sekali rasanya. Kenapa tadi pagi dia harus ke kampus? Padahal keadaan demikian parah? Harusnya dia di rumah saja, bersama dengan keluarganya…
Dari jauh, tampak sekelompok petugas penyelamat dengan seragam kuning sibuk menyeret-nyeret mayat dari reruntuhan gedung. Millah tak mau melewatkan kesempatan ini untuk bertanya keberadaan keluarganya.
”Maaf, saya mau bertanya….” ucap Millah kepada seorang petugas separuh baya yang sibuk menjajarkan mayat-mayat di pinggiran jalan.
”Ada apa, Dek?”
”Adakah pemukiman untuk para warga? Keluarga saya tidak ada di rumah, sedangkan rumah saya sekarang hancur. Saya tidak menemukan mereka. Barangkali mereka pergi ke tempat yang aman.”
”Oh….iya! Ada, tapi tempatnya agak jauh. Kalau kamu, kamu tunggu kami saja menyelesaikan tugas-tugas ini dulu.”
Millah melihat sekeliling, pasti sangat lama mencari korban-korban dalam runtuhan gedung itu. ”Tidak usah, Pak! Terima kasih. Saya jalan kaki saja. Dimana tempatnya?”
”Kalau jalan kaki, sekitar tiga jam. Kamu lurus saja terus. Nanti kamu akan melihat lapangan luas. Nah, di situ kamu carilah keluarga mu.”
”Baik, terima kasih pak…”
***
Siang yang panas, kini berubah menjadi mendung. Awan sangat gelap. Millah mempercepat langkahnya. Jam tangan kecil di lengannya menunjukkan pukul empat sore. Ternyata sudah satu jam dia berjalan kaki. Masih lama sekali lapangan itu. Perutnya mulai keroncongan, karena tadi pagi dia tidak sarapan. Kerongkongannya belum kemasukan apa-apa sedari tadi.
Gludug…..gludug…..
Suara gemuruh langit disertai kilat yang menakutkan menghiasi langit sore itu. Hujan mulai turun. Setidaknya ini adalah hujan air, tidak hujan batu es seperti tadi. Pikir Millah. Dia mangap dan menadahkan air hujan ke mulutnya. Segarnya…
Tubuhnya basah kuyub, dibiarkan begitu saja. Semakin lama, hujan semakin deras. Sekali lagi, ia menatap jam tangan mungil di lengannya. Jam lima kurang seperempat. Tapi, dia masih belum juga melihat lapangan luas yang ditunjukkan petugas tadi.
Hujan masih tetap mengguyur bumi. Sekarang tubuhnya menggigil kedinginan. Matanya mulai buram karena kemasukan banyak air hujan. Entah sadar atau tidak, dia melihat banyak tenda di depan. Hatinya berdegub kencang. Berharap itu tempat ibu dan adik-adiknya berada.
Kakinya yang lemas tetap dipaksa untuk berjalan ke sana. Kepalanya mulai pening, tubuhnya sempoyongan. Sayup-sayup ia mendengar teriakan beberapa orang dari kejauhan. Ada suara perempuan, laki-laki, anak-anak, bahkan suara tangisan bayi.
”Ibu…..” ucap Millah dalam keadaan tidak sadar. Seorang wanita paruh baya memopong tubuhnya yang telah lemas tak berdaya masuk ke dalam tenda. Matanya berkunang-kunang, kepalanya pening. Dan semuanya gelap.
”Ibu….alhamdulillah kita bisa berkumpul lagi…..” ucap Asri. Ia menatap wajah kakaknya yang tertidur pulas di dalam tenda. Tamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar